Jumat, 22 Mei 2009
Bebek2an
Salah satu mainan tempo dulu adalah bebek2an... kau tahu apa itu??
Beberapa replika bebek kecil yang di bungkus oleh sebuah plastik dan di dalam.a diberi air yang berwarna-warni (Untuk menarik perhatian anak2). Harga.a pun terjangkau berkisar Rp 1000,- . Dan mainan ini mudah diperoleh di mamang-mamang terdekat...
One day...
Bocah di beli-in mom bebek2an. Mainan itu tampak (hmm, menyegarkan) dengan air.a yang berwana. Betapa senang.a hati si bocah dihari yang panas begini diberi mainan seperti itu. Lalu mom pergi sebentar meninggalkan si bocah.....
dan pada saat mom kembali........ (apa yang terjadi??)
dilihat.a air bebek itu sudah habis... (apakah bebek2an itu bocor?)
Lalu mom bertanya pada si bocah " Kok air.a habis? dek?"
Si bocah hanya tersenyum penuh makna...
dan mom pun ngocah-ngoceh " Bla2.Bla2....."
Di dalam batin si bocah "Owh, aku kira itu sirup. Abisnya warna.a mirip sih.... lagi haus pula... tak tahan deh aku...."
Kamis, 21 Mei 2009
Gen debuser??
Di mulai dari ...
"prang..." suatu barang pecah... dan pecahan beling-beling itu berserakan...
Saat sedang membersihkan beling-beling itu...
mom melihat anak.a sedang mengemut-emut something.
Bisa kau bayangkan seorang anak kecil yang mengemut permen.Hmm, sampai air liurnya keluar, "saking" enaknya tuh permen.... TETAPI, bila permen itu di ganti dengan seonggok beling... uhh, pasti "delisioso" ... Darah bercampur air liur bocah itu... (iew).
Spontan ibu.a kaget n` panik "Oh, anakku."
Bocah kecil itu tampak tak kesakitan ataupun tak menangis,walaupun tampak mulut.a penuh darah dan juga luka-luka. Aneh.a saat ibu.a khawatir dengan muka "planga-plongo"nya bocah itu tetap melanjutkan ngemut. what a strong child she is!!
Sepertinya anak itu mempunyai bakat untuk menjadi seorang "debuser" seperti LIMBAD....
*CERITA INI BUKAN REKAYASA*
Senin, 04 Mei 2009
Happy day
Ujian praktek senam dan juga seni budaya mendapatkan apresiasi yang WOW dari teman-teman...
Di persembahkan oleh lagu:
- Crayon sinchan
- Sherina (Lihat lebih dekat)
- Vidi A ( kisah Kita)
Yeah love all those songs!!(make my day interesting)
Jumat, 01 Mei 2009
Panggil saja aku "Upi"
Malam itu aku sedang mencari-cari sebuah gambar yang lucu untuk dijadikan tugas dari Mr.Juar. Aku mencari dari majalah bobo dan inno.
“Duh, yang mana ya?” kataku sambil mencari.
Setelah beberapa lama mencari, akhirnya kutemukan juga. Aku tertarik pada sebuah gambar yang berada pada halaman majalah inno. Gambar itu aku peroleh dari sebuah cerpen dengan judul Ibu Guru Ku Cerewet Sekali. Gambar itu sangat lucu. Seorang gadis kecil yang sedang memakai seragam sekolah SD yaitu merah, putih. Pipinya tembem dan rambutnya di kepang dua.
“Sepertinya ini bagus juga.” kataku sambil menggunting gambar itu.
Setelah selesai menggunting gambar itu, aku menyelipkannya ke dalam buku. Keesokan pagi, saat pelajaran B.Inggris kami mengumpulkannya untuk di jadikan sebuah pohon keluarga. Sebelumnya aku memberikan nama pada gambar gadis kecil itu.
“Wah Il, ko gambarnya mirip sama kamu.” kata Ratri dan Zahra.
“Masa sih ?” kata ku membantah.
“Iya, waktu dulu kan kamu suka di kepang dua, terus pipinya tembem lagi.” Kata teman – teman yang lain.
Karena pembuatan pohon keluarga akan dimulai, dengan cepat aku memutuskan nama yang tepat untuk gambar ini. Aku memutuskan untuk memberi nama Upi. Mungkin karena pipi tembemnya itu.
“Il, aku manggil kamu Upi aja ya. Soalnya gambarnya mirip sama kamu sih.” kata Ratri.
“Wah lucu juga.” kata Nisa.
“Terserah.” kataku asal.
Entah kenapa panggilan Upi berlanjut hingga bulan-bulan berikutnya. Padahal nama asliku adalah Ilya Rosdiana. Tentu saja itu sangat ganjil. Walaupun begitu teman dekat tetap memanggilku Upi tapi tidak dengan teman-teman yang lain. Setahun telah berlalu. Aku masuk kelas enam, kebiasaan memanggil Upi malah menular ke teman- teman yang lain. Aku sih tidak keberatan. Panggilan Upi ku anggap sebagai panggilan sayang dari teman-temanku.
Saat yang menyedihkan akhirnya datang juga, yaitu berpisah dengan teman SD. Dan masuk ke dunia dewasa yaitu masa SMP. Masa dimana anak-anak beranjak dewasa, mulai mandiri dan mencari jati diri. Ratri, Nisa dan Nurma satu sekolah dengan aku, tapi aku dan mereka berbeda kelas.
“Hai, Nama ku Ilya” kataku saat berkenalan dengan teman sekelasku.
Mereka memanggilku dengan nama Ilya, dan tak ada yang memanggilku Upi seperti saat SD dulu. Karena memang tidak ada yang tahu.
“Il, besok ada PR apa?” tanya temanku.
“Ya, guru x masuk ga?” tanya temanku lagi.
Begitulah. Berbeda saat aku masuk kelas dua. Aku sekelas dengan Ratri dan Nisa. Karena mereka sudah terbiasa memanggilku Upi, mereka tetap memanggilku Upi. Di kelas dua banyak orang yang tak ku kenal. Tapi lama kelamaan aku akrab dengan mereka, walaupun pertamanya kupikir mereka itu sombong.
Tak tahu dari mana, mereka mengikuti Ratri dan Nisa memanggilku Upi. Semakin banyak saja yang memanggilku Upi.
“Kok bisa di panggil Upi sih ?” tanya anak-anak lain kepadaku.
“Wah, kalau di ceritakan bisa satu novel.” kataku sambil bercanda.
“Kalau aku memanggil Ilya kepanjangan. Bagaimana kalau aku memanggil Upi saja. Kelihatannya lebih mudah.” kata beberapa anak.
Menurutku memang memanggil Upi itu lebih mudah disebut dari pada Ilya. Saat masuk kelas tiga walaupun banyak anak yang bukan teman dekatku ada saja yang memanggilku Upi. Kalau mereka sedang bercanda mereka menambahkan huruf L di belakang kata Upi, yang nantinya akan menjadi Upil. Aku hanya dapat tersenyum ataupun marah. Dan sekarang bertambahlah panggilanku yaitu Pie kalau dibaca menjadi Pai. Ada – ada saja ya.
Tak kusangka akan banyak yang memangilku Upi. Jika mengingat dari awal aku dipanggil Upi rasanya lucu. Padahal itu hanya panggilan iseng dari teman - teman SD tapi sampai SMP aku masih dipanggil seperti itu. Bagaimana saat aku SMA ?